Filosofi Kerta Bumi: Spirit Pengabdian dan Melayani I Made Daging

Oleh: Ngurah Sigit
Di tengah arus perubahan zaman, ketika tanah menjadi saksi bisu dari berbagai peradaban, lahirlah seorang lelaki yang mendedikasikan hidupnya untuk menjaga dan melayani bumi yang ia pijak. Dialah I Made Daging, seorang pemimpin dengan jiwa pengabdian yang mengalir dalam darahnya. Baginya, tanah bukan sekadar properti, melainkan warisan luhur yang memiliki jiwa dan makna. Filosofi hidupnya, yang ia sebut Kerta Bumi, bukan hanya sebuah prinsip, tetapi juga kompas moral yang menuntunnya dalam setiap langkah dan keputusan.
I Made Daging tumbuh besar di Jembrana, Bali, sebuah pulau yang dikenal dunia karena keindahannya. Namun, bagi Made, Bali bukan sekadar destinasi wisata, melainkan ibu yang melahirkan—tempat ia belajar tentang harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas. Sejak kecil, ia kerap mendengar kisah-kisah tentang pentingnya menjaga hubungan dengan tanah, yang oleh masyarakat Bali dipercaya sebagai elemen sakral yang harus dijaga dengan penuh hormat.
Cinta dan tanggung jawab terhadap tanah inilah yang membawanya ke Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN). Di sana, Made menyelami ilmu pertanahan lebih dalam. Baginya, tanah bukan sekadar peta dan sertifikat, tetapi bagian dari identitas manusia, sebuah warisan yang harus dirawat dengan keadilan dan kesungguhan. Setelah lulus dari STPN, ia memulai perjalanan panjangnya di dunia pertanahan—sebuah perjalanan yang penuh tantangan dan pelajaran.
Kariernya dimulai sebagai Kepala Subbagian Pemberian Hak atas Tanah, dilanjutkan sebagai Kepala Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara. Kemudian, ia menjabat Kepala Kantor Pertanahan di Kabupaten Gianyar. Dalam perannya, ia kerap mendengar langsung keluhan masyarakat terkait sengketa lahan, kepemilikan tanah, hingga kekhawatiran terhadap warisan keluarga. Made hadir bukan hanya sebagai pejabat, tetapi sebagai sosok yang mendengar, memahami, dan mencari solusi. Setelah Gianyar, ia melanjutkan tugas di Badung, sebuah daerah tempat tradisi dan modernitas bertemu, dengan tantangan yang semakin kompleks. Namun, di setiap tugasnya, filosofi Kerta Bumi selalu menjadi panduannya. Ia yakin, kedamaian hanya dapat tercipta jika hubungan manusia dengan tanahnya harmonis.
Pengabdian Made tidak berhenti di Bali. Ia kemudian dipercaya menjabat sebagai Direktur Pengaturan Tanah Pemerintah. Selanjutnya, ia memimpin Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, wilayah yang berbeda jauh dari kampung halamannya. Di sana, ia menghadapi konflik lahan terkait pertambangan timah—sektor yang menjadi tulang punggung ekonomi namun kerap memicu ketegangan sosial. Dengan pendekatan dialog dan musyawarah, Made menjadi mediator yang membawa keadilan bagi masyarakat. Ia paham bahwa menyelesaikan sengketa tanah bukan hanya soal hukum, melainkan membangun rasa percaya dan harmoni.
Selain menangani konflik, Made juga mendukung penuh program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)—program nasional untuk memberikan kepastian hukum atas tanah masyarakat. Baginya, program ini adalah langkah nyata untuk menciptakan keadilan sosial. Ia terjun langsung ke lapangan, berdialog dengan petani, nelayan, dan masyarakat adat, memastikan bahwa setiap orang mendapatkan hak atas tanah mereka. Langkah-langkah ini tidak hanya memberikan dampak langsung, tetapi juga meninggalkan jejak pengabdian yang dikenang banyak orang.
Setelah menyelesaikan tugasnya di Bangka Belitung, Made kembali ke tanah kelahirannya, Bali, sebagai Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali. Kepulangannya seperti kembali ke pelukan ibu setelah bertahun-tahun berkelana. Namun, ia membawa pengalaman dan wawasan yang lebih luas, siap menghadapi tantangan baru. Di Bali, ia melanjutkan perjuangannya, memastikan tanah leluhur tetap terjaga di tengah arus modernisasi dan pesatnya perkembangan pariwisata. Tidak hanya berfokus pada administrasi pertanahan, Made juga memperhatikan pelestarian budaya dan lingkungan, meyakini bahwa tanah Bali adalah saksi dari nilai-nilai tradisional yang harus tetap hidup.
Filosofi Kerta Bumi adalah inti dari setiap langkah Made. Baginya, tanah adalah lebih dari sekadar ruang; ia adalah tempat kehidupan bermula, tempat generasi berikutnya akan tumbuh. Melayani tanah berarti melayani manusia, Tuhan, dan kehidupan itu sendiri. Filosofi ini membuatnya dihormati di mana pun ia bertugas. Made tidak hanya bekerja di balik meja, tetapi juga hadir di tengah masyarakat—mendengar, memahami, dan memberikan solusi nyata.
Kini, setelah perjalanan panjangnya, I Made Daging menjadi simbol pengabdian tulus tanpa pamrih. Generasi muda melihatnya sebagai teladan—seorang pemimpin yang membuktikan bahwa kekuatan sejati terletak pada kerendahan hati, kemampuan mendengar, dan keberanian untuk melayani. Ia mengajarkan bahwa menjaga tanah bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab kita semua sebagai manusia.
Kisah hidup I Made Daging mengajarkan bahwa filosofi sederhana seperti Kerta Bumi bisa menjadi kekuatan besar dalam menciptakan perubahan. Dengan cinta, penghormatan, dan pengabdian tanpa henti, ia menunjukkan bahwa harmoni antara manusia dan tanah adalah kunci kedamaian sejati. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, Made mengingatkan kita untuk selalu kembali pada inti kehidupan: menjaga apa yang memberi kita kehidupan. Di bawah langit Bali yang biru, dengan tanah yang dirawatnya dengan cinta, jejak pengabdiannya akan terus menginspirasi generasi demi generasi.
Penulis Adalah : Sosiolog, Budayawan, dan Pemerhati Media